BAB I
Filsafat Islam Suatu Tinjauan
Ontologis
A. Filsafat islam suatu permasalahan
Jika filsafat islam itu dibicarakan, maka akan terbayang hadir para
tokoh filsafat islam seperti, Al-Kindi,
Ibnu sina, Ibnu Rusyd. Pemikiran Ar-Razi yang menyatakan otoritas akal yang
otonom dalam memahami hakikat kebenaran. Pada dasarnya filsafat islam itu
merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah.
B. Nabi Muhamad juga sebagai filosof
Dalam diri Nabi Muhammad terdapat suri tauladan yang baik , salah
satu tauladan yang terpenting adalah teladan dalam berfikir, karena pemikiran
pada hakikatnya merupakan dasar adanya suatu tindakan, bahkan isa menentukan
apakahh tindakan itu bermakna atau tidak.
Dalam sejarah Nabi Muhammad
dikenal paling cerdas denganbukti dapat
memahami makna perintah membaca wahyu, dalam artian membaca reaitas dinamik
kehidupan , yaitu perubahan kepecayaan dari kepercayaan yang mempertaruhkan
karya cipta manusia, kepda keercayaan pada pencipta manusia.
C. Filsafat dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an tidak ada kata filsafat, ataupun filsafah. Filsafat
sebagai ilmu hakikat sesuatu dalam
al-Qur’an disebut dengan kata al-hikmah disebutkan 20 kali.Kegiatan filsafat
dalam al-Qur’an adalah kesatuan kegatan berfikir mengenai alam seesta dan
berzikir mengenai kekuasaan tuhan, fungsi berfikir adalah untuk menyusun
konsep-konsep , sedangkan fungsi
berzikir adalah untuk menenangkan al-qalb, ketika qalb tenang maka hawa nafsu
dapat dikuasai sehingga konsep-konsep itu tidak jatuh kepada kekuasaan hawa
nafsu.
D. Hakikat filsafat islam
Filsafat islam dapat diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang
bercorak islami. Hakikat filsafat islam adalah aqal dan al-Qur’an, aqal yang
memungkinkan aktivitas itu menjadi aktivitas kefilsafatan dan al-Qur’an yang
menjadi ciri keislamannya.
Al-Qur’an dan aqal saling berhubungan yang saling menyiratkan
adanya hubungan atas bawah yang bersifat
subordinatif dan reduktif, maka keduanya saling mengatas bawahi. Aqal sebagai
subjek berfungsi untuk memecahkan masalah, sedangkan a-Qur’an memberikan
wawasan moralitas atas pemecahan masalah
yang diambil oleh aqal (bersifat fungsional)
E. Objek kajian filsafat islam
Objek kajian filsafat islam adalah pada umumnya yaitu realitas ,baik yang material maupun yang ghaib. Dalam hal ini objek kajian filsafat islam
dalam tema sebagian besar adalah Tuhan,
alam, manusia,dan kebudayaan
F. Otonomi aqal
Sering kali otonomi aqal ini dipandang berbahaya karena dapat
menyesatkan, akan tetapi yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan adalah
absolutisme aqal yang akan menimbulkan anarki (pengkafiran) Menggunakan aqal
dalam al-Qur’an artinya berfikir dan berzikir, berfikir tentang ciptaan
tuhan dan berzikir tentang kekuasaan
tuhan.
BAB II
Filsafat Islam Suatu Tinjauan
Historis
Dalam penulisan sejarah filsafat islam dapat melihat beberapa
kemungkinan yaitu:
1. Dalam penguraian filsafat islam pada abad kedua harus mempelajari aliran-aliran filsafat
2. Mempelajari pemikiran filosofis islam menurut tema yang dibicarakan
misalkan dalam metafisika, logika, metodolog, epistemologi,antropologi,
estetika dan etika.
Warisan yunani, Persia, Iskandaria dan Asia serta lahirna filsafat
islam. Sifat primodial al-Qur’an dan keyakinan bahwaal-Qur’an itu menyajikan
kebenaran yang merupakan inti dari pewahyuan-pewahyuan sebelumnya, memberikan
kesempatan kepada islam untuk menyerap ide-ide dari banyak sumber. Warisan
Yunani itu sendiri untuk sebagian besar merupakan campuran pandangan-pandangan
kuno disekitar laut tengah. Pada abad ke-3, Shapur mendirikan Jundishapur disuatu kota lama
dekat kota Abwas. Dalam menghargai ajaran dari Yunani, maka oarang-orang islam
membadakannya kepada dua aliran yaitu:
1.
Aliran hermenetic phytagorean yang pedekatannya secara metafisik,
ilmu-ilmu alamnya tergantung pada interpretasi simbolis dari fenomena dan
matematikanya. Aliran ini dianggap sebagai kelanjutan peradaban Yunani,
mengenai kearifan-kearifan nabi terdahulu.
2.
Aliran sylogistic pengikut Aristoteles, pandangan-pandangannya
lebih bersifat filosofis daripada metafisis karena Rasional. Aliran ini adalah
sebagai refleksi usaha manusia dengan akalnya yang ingin mencapai kebenaran.
Aliran yang lain juga mengikuti filsafat Yunani yang cenderung
mengikuti pytagorean-platonis (illuminatis atau asyraqi), Aliran peripatetis
sangat kuat sampai abad ke10 dan ke-11 M akan tetapi pengaruhnya berkurang pada
abad berikutnya. Sedangkan aliran illuminatist menjadi kuat sesudah abad ke-12
dan sesudah al-Ghazali. Pemikiran filsafat Islam aliran peripatesis al-Kindi,
al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.
Garis perkembangan filsafat tampak bercabang dua yaitu:
1.
Filsafat kaum filosof,mereka berfikir bahwa tidak satupun bertentangan antara filsafat
Yunani dengan pemikiran islam, garis ini mulai dari al-Kindi yang merupakan
filsafat islam yang pertama dan terus berkembang hingga Ibnu Sina
2.
Bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama karena pada hakikatnya filsafat mengandung
pengetahuan tenang kedaulatan ilahi, dan mengandung kebijakan yang harus diikuti
dan keburukan yang harus dihindari
Al-Kindi menguraikan empat pokok soal tertentu yaitu
1.
Bahwa tuhan yang satu adalah sebab dari kesatuan segala sesuatu,
karena segenap kehidupan adalah satu atau menyatu
2.
Kenaikan jiwa merupakan hasil dari perbuatan kebijakan dari dunia nyata ke dunia budi (intelek)
3.
Cara alam raya mematuhi tuhan
4.
Perihal kenabian (propetology)
Pemikiran
islam Illuminatist: Ibnu Arabi, hingga Mula Sadra
Al-Farabi
Hubungan
antara Eksistensi dan Essensi menurut Ibn Arabi adalah bahwa eksistensi
merupakan wujud dari essensi. Segala sesuatu bisa dikatakan eksis, wujud, atau
ada jika termanifestasikan ke dalam tahapan wujud (marathib al wujud), yang menurutnya
pula terdiri empat hal:
1.
Eksis
dalam wujud sesuatu (wujud al syai’ fi ainih), artinya
sesuatu ada dalam dirinya sendiri atau secara dzatnya benar-benar wujud.
2.
Eksis
dalam pikiran (wujud al syai’ fi al ‘ilm), yaitu
sesuatu muncul dalam pikiran meskipun hanya sekedar konsep atau secara mudahnya
terbayang dan terangan-angan. Sesuatu itu muncul secara nyata dalam pikiran dan
tidak dapat dinafikan tentang keberadaannya.
3.
Eksis
dalam ucapan (wujud al syai’ fi al alfazh),
mengandung makna bawasannya adanya sesuatu keluar melalui lisan dalam betuk
ucapan. Sesuatu itu dapat dibicarakan dan dibincangkan bahkan dapat
diperdebatkan, tapi meskipun kemunculannya – taruhlah – hanya sekedar dalam
satu kata dan satu kali ucapan, sudah cukup mewakili status sesuatu itu telah
mencapai tahapan wujud dalam ucapan.
4.
Eksis
dalam tulisan (wujud al syai’ fi ruqum), juga
tidak jauh bermakna eksis dalam ucapan. Maksudnya, hampir bisa dikatakan
bawasannya ketika sesuatu itu bisa diaktualisasikan dalam ucapan – yang berari
bisa dibahasakan – maka sesuatu itu pun bisa diaktualisasikan dalam tulisan.
Ketika sesuatu itu telah muncul dalam tulisan di situlah sesuatu eksis dalam
tulisan.
Suhrawardi
Suhrawardi merupakan ilmuwan
muslim yang ikut andil mengantarkan kepada kejayaan ilmu pengetahuan Islam,
berbagai pemikiaran telah beliau cetuskan untuk kemaslahatan keilmuan Islam.
Nama lengkap Suhrawardi adalah Syekh Syihab al Din Abu al Futuh Yahya bin Habsy
bin Amirak al Suhrawad, yang bergelar Syihabuddin. Beliau dilahirkan di daerah
Suhrawad, Iran Barat Laut, dekat Zanjan pada tahun 548 H/1153 M. Suhrawardi
dikenal sebagai Syekh al Isyraq atau Master of Illuminasionist (bapak
pencerahan), Al Hakim (sang bijak), Al-Syahid (sang martir), dan Al Maqtul
(yang tebunuh). Julukan Al-maqtul berkaitan dengan kematiannya melalui
eksekusi, juga sebagai pembeda dari dua tokoh yaitu Abu al Qahir Al Najib al
Suhrawardi (wafat 563 H/1168 M), dan Abu Hafs Umar Syihab al Din al Suhrawardi
al Baghdadi (1145 – 1234 M).
Suhrawardi
dengan buku „Awarif al Ma'arif‟ di kenal sebagai guru sufi resmi syekh al
Syuyukh, selain juga sebagai praktisi politik di Baghdad. Suhrawardi belajar di
Maragha yang kelak menjadi lokasi bagi astronomi al Thusi, dan juga di Isfahan,
tempat Suhrawardi menjadi teman sekelas Fakhruddin al-Razi dan belajar kepada
Majid Killi. Beliau pergi ke Isfahan untuk memperdalam kajian filsafat kepada
Zhahir al Din al Mardani (wafat 594 H/1198 M), setelah itu belajar kepada
Zhahir al Din al Qari al Faris dengan mengkaji kitab al Bashair al Nashiriyah
karangan Umar Ibn Sahlan al Sawi,[1] yang juga dikenal sebagai komentator
Risalah al Thair karangan Ibn Sina. Setelah belajar kepada Zhahir al Din al
Qari al Faris, Suhrawardi banyak melawat ke Persia, Anatolia, Damascus, dan
Syiria. Dalam pengembaraannya, Suhrawardi banyak bergaul dengan kalangan sufi
dan menjalani kehidupan zahid, sembari memperdalam ajaran-ajaran tasawuf.
Akhirnya beliau menetap di Aleppo atas undangan Pangeran Al Malik al Zahir,
Putra Sultan Shalah al Din yang tertarik dengan pemikiran-pemikiran Suhrawardi
dan membangun persepektif filosofis besar kedua dalam Islam, yakni aliran
Illuminasionis yang menjadi tandingan aliran Paripatetis pendahulunya.
Metafisika
dan Cahaya
Cahaya yang
dimaksud Suhrawardi bersifat immaterial dan tidak bisa didefinisikan. Cahaya
adalah entitas, baik yang bersifat fisik maupun non fisik sebagai suatu
komponen yang esensial. Karena itu, esensi cahaya adalah sekaligus
manifestasinya. Jika manisfestasi adalah atribut yang ditambahkan kepada
cahaya,[4] maka esensi dirinya –cahaya Pertama- tidak mempunyai penyebab lain
di luar dirinya. Selain peristilahan “pertama” tersebut, adalah “tergantung”
dan “mungkin”. Yang bukan cahaya (kegelapan) bukanlah sesuatu yang khusus datang
dari sumber mandiri. Segala sesuatu yang bukan diri "Cahaya Murni",
terdiri dari substansi gelap. Sejauh benda-benda itu dapat menerima, baik
cahaya maupun kegelapan, bisa dinamakan "Imus-imus". Dipandang dari
dirinya sendiri, setiap imus adalah gelap. Cahaya apapun yang dimilikinya
berasal dari sumber luar. Subtansi-substansi gelap ini memiliki sifat, seperti
figur dan ukuran yang berasal dari sifat gelap, yang inheren dalam substansi
gelap.
Cahaya –pada
dasarnya- dapat di bedakan menjadi, pertama; Cahaya Abstrak, atau dalam sebutan
lain “intelek universal” sekaligus “individual”, yang terbentuk dan tidak
pernah menjadi atribut dari sesuatu selain dirinya sendiri (subtansi). Kedua;
Cahaya Aksiden, yaitu cahaya yang mempunyai bentuk dan mampu menjadi atribut
dari sesuatu selain dirinya sendiri, seperti sinar bintang, atau keterlihatan
benda-benda angkasa lain. Cahaya aksiden atau cahaya
BAB III
Aktualisasi filsafat islam dimasa kini dan masa depan
Ilmu pengetahuan dalam surah al-Baqarah ayat 30-33
øÎ)ur tA$s%
/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y`
Îû
ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz
( (#þqä9$s%
ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB
ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR
x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur
y7s9 ( tA$s%
þÎoTÎ)
ãNn=ôãr& $tB
w tbqßJn=÷ès?
ÇÌÉÈ zN¯=tæur tPy#uä
uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä.
§NèO öNåkyÎztä n?tã
Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù
ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ)
öNçFZä.
tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß
w zNù=Ïæ !$uZs9 wÎ) $tB
!$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr&
ãLìÎ=yèø9$#
ÞOÅ3ptø:$#
ÇÌËÈ tA$s%
ãPy$t«¯»t
Nßg÷¥Î;/Rr&
öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr&
öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ tA$s%
öNs9r& @è%r&
öNä3©9 þÎoTÎ)
ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB
tbrßö7è?
$tBur
öNçFYä.
tbqãKçFõ3s?
ÇÌÌÈ
30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!"
32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka
Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu,
bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
[35] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang
tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan
dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini
diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati
arti Hakim.
Ada tiga macam pendukung dalam hal ilmu pengetahuan, yaitu:
1.
Dorongan untuk mengetahui yanglahir dari keterpaksaan untuk
mempertahankan hidupnya
2.
Manusia mengalami kebutuhan yang lebih mendalam dalam hal
menentukan susunan yang sesunguhnya dalam hal realitas
3.
Menyangkut penilaian mengenai realisasi mengadanya manusia
Pada diri manusia tedapat empat rangkap pengetahuan yang memunyai
yekanan yang khas yaitu:
1.
Pengetahuan indrawi, dengan indranya mengatasi taraf hubungan
semata-mata fisik-fital dan masuk kedalam medan internasional
2.
Pengetahuan naluriah, merupakan daya khas yang dimilikimekhluk
hidup yang memiliki pyshike
3.
Pengetahuan rasional, yang dicirikan oleh kesadaran sebab musabab keputusan, tidak
trbatas pada kepekaan tertentu dan tidak hanya pada objek tertentu
4.
Pengetahuan intuitif atau imajinatif, yang merupakan pengetahuan
khas manusia, yang teuat pada rasionalitas manusia.
Filsafat dan filsafat islam
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakkan begitu saja bahwa pemikiran
filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Para filosuf Islam banyak
mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap
pemikiran-pemikiran Platinus. Sehingga banyak teori-teori filosuf Yunani
diambil oleh filsuf Islam.
Demikian keadaan orang yang dapat kemudian. Kedatangan para filosuf Islam
yang terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya, dan berguru kepada filsuf Yunani.
Bahkan kita yang hidup pada abad ke-20 ini, banyak yang berhutang budi kepada
orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetap berguru tidak berarti mengekor dan
mengutip, sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan
semata-mata dari Aristoteles, sebagaimana yang dikatakan oleh Renan, karena
filsafat Islam telah mampu menampung dan mempertemukan berbagai aliran pikiran.
Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau
kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya. Pertukaran dan perpindahan
suatu pikiran bukan selalu dikatakan utang budi. Suatu persoalan dan hasilnya
dapat mempunyai bermacam-macam corak. Seorang dapat mengemukakan persoalan yang
pernah dikemukakan oleh orang lain sambil mengemukakan teorinya sendiri.
Spinoza, misalnya, meskipun banyak mengutip Descartes, ia mempunyai mahzab
sendiri. Ibnu Sina, meskipun menjadi murid setia Aristoteles, ia mempunyai
pemikiran yang berbeda-beda.
Para filsuf Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang
berbeda dari apa yang dialami oleh filsuf-filsuf lain. Sehingga pengaruh
lingkungan terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya,
tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang
sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
Struktur
pengetahuan islami
ALLAH
|
|||
TINGKAT
KEBANARAN
|
SUMBER
|
METODE
|
TARAF
KENYATAAN
|
Kebenaran
islami
|
Al-Qur’an dan
hadits
|
Iman
|
Alam semesta
|
Kebenaran
filosofis
|
Rasio
|
Refleksi
|
Dunia human
|
Kebenaran
ilmu
|
Rasio
|
ilmiah
|
Manusia dan
lingkungan
|
Kebenaran
imajinatif
|
Imajinasi
|
Intuisi
|
Dunia
imajinasi
|
Kebenaran
naluriah
|
Jiwa
|
Naluri
sepontan
|
Dunia nafs
|
Kebenaran
indera
|
Indera
|
empiris
|
Dunia fisiko
kemis
|
Berangkat dari struktur diatas kita dapat memahami hakikat
pengetahuan berasal dari Allah, namun metode atau cara penggaliannya
berbeda-beda, alhasil memunculkan sistem penggalian al-ilmu yang beragam
seperti ada rasio dan empiris, dan ada inderawi. Sebenarnya pada proses ilmu pengetahuan yang di anggap
legal membutuhkan beberapa proses speprti penelitian yang berdasarkan pada
penegetahuan baik bersifat personal ataupun religi. Pengetahuan yang ilmiah
harus berjalan dengan paradigma , penelitian kemudian agama atau kita kenal
dengan istilah ilmu, filsafat dan agama. Tiga hal ini tak bisa dihindarkan dari
proses menuju pengetahuan yang islami, karena apa ilmu sangat berperan pada
kebenaran yang nyata sedangkan filsafat menekankan pada cara pandang kebenaran
atau paradigma, yang ketiga agama sebagai bentuk penekanan keyakinan akan
kebenaran yang nyata dengan paradigma yang di tempuhnya. Maka dari itu banyak
kaum orientalis barat yang mengadopsi proses ini untuk menuju kebenaran yang
hakikat,dan umat islam sebagai penggagas ini jangan menyerah dari kaum barat
yang orientalis.
Aktualisasi filsafat islam
1.
Mengantar manusia pada pemahaman bahwa ilmu pengetahuan hanyalah
merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan hakiki
2.
Bersedia dan mampu menjawab tantangan yang menyangkut metafisik dan
keterbukaan yang menembus keterbatasan ilmu pengetahua
0 Response to "FILSAFAT ISLAM"
Posting Komentar