Pertemuan I
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Pengertian Teori BelajarPengertian Teori
Teori adalah sejumlah prosisi-prosisi atau postolat-postolah atau penjelasan umum yang terintegrasi yang berhubungan secara logis dan sistematis antara satu penjelasan dengan penjelasan yang lainnya untuk menjelaskan tentang berbagai pengamatan yang dibuat seiring dengan berjalannya waktu. Atau teori adalah sebuah penjelasan yang mempridiksi perilaku, atau sebuah penjelasan yang termodifikasi.
Sedangkan menurut konstruksinya teori itu ada dua yaitu :
Konstruksi teori secara Deduktif yaitu suatu teori yang dikerjakan dari atas kebawah atau dari yang umum kepada yang khusus. Dimana teoriwan membangun teori berdasarkan dasar apriori, kemudian teori diuji dengan melakukan eksperimen-eksperimen.
Konstruksi teori secara Induktif yaitu suatu teori dikerjakan dari bawah keatas atau dari yang khusus kemudian ke umum.
A. Pengertian Belajar
Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Burton (1984) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu yang lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemudian Gage Berlinger mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Sedangkan Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology mendifinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.
Menurut Gagne; “Learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or purposeful instruction” Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan.
Jadi Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah
1. Bertambahnya jumlah pengetahuan
2. Adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi.
3. Adanya penerapan pengetahuan
4. Menyimpulkan makna
5. Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas dan
6. Adanya perubahan sebagai pribadi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan.
Sedangkan seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Jadi pengertian Teori Belajar adalah penjelasan-penjelasan secara umum tentang aktivitas mental (psikis) seseorang yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan tingkah laku dalam dirinya yang bersifat relatif konstan.
Ciri-ciri seseorang dikatakan telah belajar
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif)
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha.
4. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Perubahan disebabkan karena pengalaman.
Ada 8 kecendrungan umum mengapa manusia mau belajar
1. Ada semacam dorongan rasa ingin tahu yang kuat di dalam dirinya untuk mengetahui sesuatu, yang biasanya munculnya sejumlah pertanyaan-pertanyaan.
2. Adanya keinginan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan disekitarnya.
3. Adanya aktivitas manusia yang didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan inilah kemudian manusia mau belajar.
4. Untuk menambah wawasan seseorang
5. Untuk mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya
6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri. Intelektualitas adalah modal penting untuk berkompetisi.
7. Untuk mencapai cita-cita. Sebagai manusia yang membutuhkan aktualisasi diri maka cita-cita adalah hal lain yang mampu mendorong seseorang untuk belajar.
Sebagian orang ada yang mau belajar hanya karena untuk mengisi waktu luang.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi aspek fisiologis (keadaan /kondisi jasmani) dan aspek psikologis (yang bersifat rohani).
Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi kalau disertai dengan pusing-pusing kepala misalnya dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitip) sehingga materi yang dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Dan juga sangat dianjurkan untuk memilih pola istirahat dan olah raga ringan.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengan dan penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat gema dan citra. Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses penyerapan informasi yang dilakukan oleh sistem memory siswa tersebut.
Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga di atas, guru seyogianya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan rutin dari dinas kesehatan setempat. Kiat lain yang tak kalah pentingnya untuk mengatasi kekurang sempurnaan pendengaran dan penglihatan siswa ialah dengan menempatkan mereka di deretan bangku paling depan secara bijaksana. Langkah ini perlu diambil untuk mempertahankan self esteem dan self confidence (ras percaya diri) siswa khusus tersebut.
Kemerosotan self esteem dan self confidence seorang siswa akan menimbulkan prustasi yang pada gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi under achiever atau mungkin gagal, meskipun kapasitas kognitif mereka normal atau lebih tinggi dari teman-temannya.
Aspek Psikologis
Aspek psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa yang pada umumnya lebih esensial faktor rohaniah itu diantaranya adalah :
1. Intelegensi (IQ) Siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1988). Jadi Intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan Intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswabmaka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
Setiap guru yang propesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelegensi siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya ia menjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan keingintahuannya (curiosity) meras dibendung secara tidak adil. Disisi lain siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti sajian pelajaran seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif tadi.
Untuk menolong siswa yang berbakat dan siswa yang berkecerdasan dibawah normal adalah dengan cara memindahkannya kesekolah pendidkan khusus yang menangani siswa seperti mereka.
2. Sikap (Attitude) Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa , guru dituntut terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajarannya, dan guru berusaha meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka, dengan demikian siswa akan merasa membutuhkannya. Dengan perasaan butuh itulah diharapkan muncul sikap positif terhadap bidang studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarkannya.
Bakat (aptitude) siswa
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988).
Secara global bakat itu mirip dengan Intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very Superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Inilah kemudian yang dimaksud dengan bakat khusus (specific aptitude) yang tak dapat dipelajari karena merupakan inborn (pembawaan sejak lahir).
Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa, oleh sebab itu pemaksaan kehendak akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik (academic performance) atau prestasi belajarnya.
3. MINAT SISWA
Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988) minat tergantung kepada faktor internal seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.
4. MOTIVASI SISWA
Motivasi ialah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Dalam perkembangan selanjutnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Dalam perspeltif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
b. Faktor Eksternal yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa, yang meliputi faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.
1. Lingkungan Sosial, meliputi lingkungan sosial sekolah, keluarga, teman lingkungan rumah dan masyarakat.
2. Lingkungan non Sosial, meliputi letak gedung sekolah, rumah, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar. Khusus mengenai waktu belajar siswa, tergantung kepada kesiapan siswa itu sendiri mau belajar.
c. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning),yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
PERTEMUAN KE 2
B. Pengertian Dan Ciri-ciri PembelajaranKata pembejalaran sering juga disamakan dengan kata pengajaran, karena aktivitas yang berlangsung di dalam kelas. Kegiatan pembelajaran yang terjadi antara pendidik dan peserta didik sama-sama aktif selama pembelajaran berlangsung dalam upaya memecahkan persoalan ilmu pengetahuan dan teknologi,pengalaman atau hasil temuan baru.
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intren yang berlangsung didalam diri siswa.
Sedangkan seperangkat alat pendukung dalam proses belajar mengajar adalah : (1) Tujuan, (2) Pengajar (guru), (3) Pelajar (siswa), (4) Kurikulum (materi), yang selalu berubah-rubah perperiodek untuk mengikuti tuntutan zaman, contoh tahun 2004 kita memakai kurikulum KBK, kemudian 2006 beralih kepada KTSP sampai sekarang, (5) Metode, bukan hanya metode mengajar tapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah metode belajar, menurut Muhibbin Syah dalam buku Psikologi Belajar (1999; 126) Ragam Metode Belajar itu ialah SQ3R (Survey, Question, Read, Recite (menghapal jawaban yang telah ditemukan), Review (meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban) atau dengan Metode PQ4R ( Preview, Questions, Read, Reflect (selama membaca hendaknya isinya dipahami dan diingat), Recite, Review), (6) Sarana dan Prasarana (Fasilitas), (7) waktu.
Sedangkan menurut Gagne (1977), Pembelajaran adalah “Instruction as a set of external events design to support the several processes of learning, which are internal”. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa-peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Atau yang lebih lengkapnya’”Instruction is intended to promote learning, external situation need to be arranged to activate support and maintain the internal processing that constitutes each learning event.” Pembelajaran adalah untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.
Menurut Miarso (1993), menyatakan pembelajaran adalag Usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali.
Dari pengertian pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terdapat ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
Merupakan upaya sadar dan disengaja
Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Jadi Pembelajaran adalah merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.
Sedangkan Istilah pembelajaran mengandung pengertian yang lebih luas dari pada pengajaran.
Perbedaan antara istilah “pengajaran” (teaching) dan “pembelajaran” (instruction) bisa diamati pada tabel dibawah ini :
NO
|
PENGAJARAN
|
PEMBELAJARAN
|
1.
2.
3.
4.
|
Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar.
Tujuannya menyampaikan infor- masi kepada si belajar.
Merupakan salah satu penerapan Strategi pembelajaran.
Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru/ pengajar.
|
Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar.
Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa/si belajar.
Merupakan cara untuk mengembang-kan rencana yg
terorganisir untuk keperluan belajar.
Kegiatan belajar dpt berlangsung
dgn atau tanpa hadirnya guru.
|
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Dalam melaksanakan pembelajaran agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran.
Oleh Atwi Suparman prinsip-prinsip tersebut yang dikutip dari Fillbeck (1974) adalah;
Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons yang terjadi sebelumnya.Implikasinya adalah perlunya pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respons yang benar dari siswa.
Perilaku tidak hanya di kontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa. Implikasinya adalah perlunya menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa sebelum pelajaran dimulai agar siswa bersedia belajar lebih giat.
Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenagkan.Implikasinya adalah pemberian isi pembelajaran yang berguna pada siswa di dunia luar ruangan kelas dan memberikan balikan (feedback) berupa penghargaan terhadap keberhasilan mahasiswa.
Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula. Implikasinya adalah pemberian kegiatan belajar kepada siswa yang melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi dunia nyata.
Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah. Implikasinya adalah perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif, tapi juga yang negatif.
Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar. Implikasinya adalah pentingnya menarik perhatian siswa untuk mempelajari isi pembelajaran, antara lain dengan menunjukkan apa yang akan dikuasai siswa setelah selesai proses belajar.
Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa. Implikasinya adalah guru harus menganalisis pengalaman belajar siswa menjadi kegiatan-kegiatan kecil, disertai latihan dan balikan terhadap hasilnya.
Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model. Implikasinya adalah penggunaan media dan metode pembelajaran yang dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada siswa seperti model, realita, film, program video, komputer.dll.
Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana. Implikasinya adalah tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang operasional.
Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya. Urutan pembelajaran harus dimulai dari yang sederhana secara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks, kemajuan siswa dalam menyelesaikan pembelajaran harus diinformasikan kepadanya.
Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat. Implikasinya adalah pentingnya penguasaan siswa terhadap materi prasyarat sebelum mempelajari materi pembelajaran selanjutnya, siswa mendapat kesempatan maju menurut kecepatan masing-masing.
Dengan persiapan siswa dapat mengembangkan kemampuan, mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar. Implikasinya adalah pemberian kemungkinan bagi siswa untuk memilih waktu, cara dan sumber-sumber di samping yang telah ditentukan, agar dapat membuat dirinya mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan dalam buku Condition of Learning, (Gagne,1977) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.
Menarik Perhatian (gaining attention), hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh kontradiktif atau kompleks.
Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
Mangingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning), merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
Menyampaikan materi pelajaran (Presenting the stimulus) menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
Memberikan bimbingan belajar (Providing learner guidance), memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
Memperoleh kinerja/penampilan siswa (elicing performance) siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
Memberikan balikan (Providing feedback) memberikan seberapa jauh ketepatan performance siswa.
Menilai hasil belajar (assessing performance), memberikan tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer), merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari.
PERTEMUAN KE 3
TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA
A. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik atau aliran tingkah laku, Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.
Sedangkan beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri sekaligus penganut behavioristik antara lain adalah Thorndike, watson, Hull, Guthrie dan Skinner.
1. Ivan P. Pavlov
Mula-mula teori conditioning ini dikembangkan oleh Pavlov (1927) dengan melakukan percobaan terhadap anjing. Pada saat seekor anjing diberi makanan dan lampu, keluarlah respon anjing itu berupa keluarnya air liur, begitu juga jika dalam pemberian makanan tersebut disertai bel, air liur anjing juga keluar. Setelah berkali-kali dilakukan perlakuan serupa, maka pada saat hanya bel atau lampu yang diberikan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberkan disebut sebagai perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus), sementara bel atau lampu yang menyertasinya disebut sebagai perangsang bersyarat (conditioned stimulus).
Teori Ivan Paplov dikenal dengan Responded Conditioning atau teori Classical Conditioning. Dan menurut pavlop pengkondisian yang dilakukan pada anjing tersebut dapat juga berlaku pada manusia.
2. Edwin Guthrie
Teori conditioning pavlop kemudian dikembangkan oleh Guthrie (1935-1942) Ia berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebaliknya, tingkah laku buruk dapat diubah menjadi baik.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku yang dikemukakan Guthrie, yaitu
Metode respons bertentangan. Misalnya saja, jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing, maka letakkan permainan yang disukai anak dekat dengan kucing. Dengan mendekatkan kucing dengan permainan anak, lambat laun anak akan tidak takut lagi pada kucing, namun hal ini harus dilakukan berulang-ulang.
Metode membosankan. Misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok, minta kepadanya untuk merokok terus sampai bosan, setelah bosan ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
Metode mengubah lingkungan, jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya dengan suasana lain yang lebih nyaman dan menyenagkan sehingga membuat ia menjadi betah belajar.
3.Watson
Teori conditioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970). Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, ia menyimpulkan, bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui katihan/ membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima.
Stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati. Dan mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diperhatikan.
4.Skinner
Skinner mengembangkan teori conditioning dengan menggunakan tikus sebagai percobaan. Menurutnya suatu respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas perlu memahami hubungan antara satu stimulus dengan stimulus lainnya dan memhamai respons dengan berbagai akibat yang ditimbulkannya. Perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit.
Skinner membedakan respons menjadi 2 yaitu :
Respons yang timbul dari stimulus tertentu
“Operant (instrumental) response” yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu.
Teori Skinner dikenal dengan “Operant Conditioning”, dengan 6 konsepnya, yaitu sebagai berikut :
1. Penguatan positif dan negatif
2. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.
3. Pendekatan Suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
4. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
5. Chaining Of Response, respons dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
6. Jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan, rasio tatap dan bervariasi. Interval.
Skinner lebih percaya pada “Penguat Negatif” (negative reinforcement), yang tidak sama dengan hukuman. Artinya stimulus dikurangi agar respons yang sama menjadi kuat. Contoh standar nilai yang bisa berkurang kalau terus menerus melakukan kesalahan.
5.Thorndike
Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan atau gerakan).
Teori Thorndike disebut dengan aliran “Connectionism” dimana belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error), mencoba-coba dilakukan bila seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respons atas sesuatu,
Karakteristik belajar “trial and error” adalah sebagai berikut :
Adanya motif pada diri sesorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motif-motifnya.
Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motifnya dihilangkan.
Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respons yang paling tepat.
Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum tentang belajar sebagai berikut
Hukum Kesiapan (Law of Readiness), jika seseorang siap melakukan sesuatu, ketika ia melakukannya maka ia puas. Sebaliknya bila ia tidak jadi melakukannya, maka ia tidak puas.
Hukum Latihan (Law of Exercise), jika respons terhadap stimulus diulang-ulang, maka akan memperkuat hubungan antara respons dengan stimulus. Sebaliknya jika respons tidak digunakan, hubungan dengan stimulus semakin lemah.
Hukum Akibat (Law of Effect), bila hubungan antara respons dan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya bila hubungan respons dan stimulus menimbulkan ketidakpuasaan, maka tingkatan penguatan semakin lemah.
6.Clark Hull
Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusinya Charles Darwin. Semua fungsi tingkah laku bermanfaat, terutama untuk menjaga kelangsungan hidup.
Stimulus ala Hull selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, meskipun respons mungkin akan bermacam-macam bentuknya. Implikasi praktisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap motivasi belajar yang terdapat pada siswa. Dengan adanya motivasi, maka belajar merupakan penguatan. Makin banyak belajar makin banyak reinforcement.
Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
1. Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks dan daya tahan.
2. Dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
4. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat penting dalam belajar
5. Siswa dapat mengulang kembali pengetahuan yang diterima dalam bentuk laporan, quis / tes.
6. Menekankan pada perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
7. Hukuman memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Hukuman memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku siswa.
8. Menjelaskan konsep belajar yang sederhana namun lebih komperehensif.
9. Untuk yang memiliki kemampuan yang tinggi maka akan memeperoleh hasil sesuai tujuan lebih cepat.
10. Melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa.
11. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
12. Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menumbuhkan praktek dan kebiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti. Kecepatan,daya tahan.
13. Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi pesan orang dewasa.
14. Guru tidak banyak memberikan ceramah, sehingga murid dibiasakan mandiri.
15.
Kekurangan Toeri Belajar Behavioristik
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.
3. Siswa baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran justru akan berakibat buruk pada siswa.
4. Penerapan teori yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkanbagi siswa yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa.
5. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
6. Tidak mampu menjelaskan situasi yang kompleks, sebab banyak variabel-variabel yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons.
7. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respons.
8. Kurang menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pembelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
9. Hanya mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati, tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
10. Cenderung mengarahkan pembelajaran untuk berfikir linear, konvergen tidak kreatif dan tidak produktif, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
11. Mengakibatkan pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
12. Tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
13. Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsur pokok.
14. Proses belajar berlangsung secara teoritis.
15. Memndang belajar merupakan asosiasi belaka antar stimulus dan respons.
16. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorintasi pada hasil.
17. Tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diketahui.
PERTEMUAN KE 4
B. Teori Belajar Kognitivistik
Teori ini lebih menekankan proses belajar dari pada hasil belajar. Bagi penganut aliran kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, tapi lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Menurut teori kognitivistik ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung dan menyeluruh.
Dan menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Dan para Psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan yang baru.
1. Robert M. Gagne
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemrosesan informasi (Information Processing Theory) yang dikemukakan Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut :
Receptor (alat-alat indera) menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan simbol-simbol informasi yang diterimanya dan kemudian diteruskannya kepada
Sensory Register (penampungan kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi,sehingga terbentuk suatu kebulatan perseptual (persepsi selektif). Informasi-informasi yang masuk, sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem.
Short-term Memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perseptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan lebih lama dan diolah untuk menentukan maknanya. Memory jangka pendek dikenal juga dengan memory kerja (working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanannya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan kememori jangka panjang.
Long-term memory (memori jangka panjang) menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi disimpan dalam jangka panjang dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila diperlukan. Saat transformasi informasi, informasi-informasi baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan.
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua cara pemanggilan : (1) Informasi mengalir dari memori jangka panjang kememori jangka pendek dan kemudian ke response generator, (2) Informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke response generator selama pemanggilan (respons otomatis).
Response Generator (pencipta respons) menampung yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
Menurut psikologi kognitif reinforcement sangat penting juga dalam belajar yaitu berfungsi sebagai balikan (feedback), mengurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pemahaman.
2. Jean Piaget
Menurut Piaget, proses belajar sebenarnya terdiri dati tiga tahapan yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan).
Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
Contoh terjadinya proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan dengan prinsip perkalian.
Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Contoh siswa diberi soal perkalian, maka situasi ini diebut akomodasi.
Equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi
Contoh siswa dapat bertambah ilmunya tapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memrlukan proses penyeimbangan.
Seseorang yang dengan kemampuan eqyilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterimanya dalam urutan yang baik, jernih dan logis.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yaitu :
Tahap Sensor Motor ( anak usia = 1,5 – 2 thn)
Tahap Pra Operasional (anak usia = 2 – 7 thn)
Tahap Operasional Konkret (anak usia = 7 – 11 thn)
Tahap Operasional Formal (anak usia = 11 sampai lebih)
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelejaran yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitifnya tersebut.
3. David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instructional content) sebelumnya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advance organizers), sehingga akan mempengaruhi pengaturan kemajuan belajar siswa.
Advance Organizers adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Advance Organizers dapat memberikan tiga macam manfaat :
Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari.
Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Oleh sebab itu pengetahuan guru terhadap isi pelajaran harus baik, memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat memilah materi pelajaran, meumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.
4. Jeremy Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning. Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi dsb), melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk mengetahui kebenaran umum.
Kebalikan dari teori ini adalah “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkret yang dapat menggambarkab makna dan informasi tersebut, proses belajar ini berjalan secara deduktif.
Keuntungan “belajar menemukan” adalah sbb:
Menimbulkan rasa ingin tahu siswa, dapat memotivasi untuk menemukan jawaban-jawaban.
Menimbulkan keterampilan memecahkan masalah secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisa dan memanipulasi informasi.
KELEBIHAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK.
1. Menjadikan sisiwa lebih kreatif dan mandiri.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
3. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa yang lebih mendalam sehingga memotivasi siswa untuk menemukan jawabannya.
4. Meninbulkan keterampilan memecahkan masalah secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisa informasi.
5. Menjadikan siswa belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.
6. Aspek poistif pada kecerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas intelegensi.
7. Memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya.
8. Pembelajaran yang aktif, sehingga siswa dapat belajar dengan mandiri secara aktif dan terhindar dari siswa yang merasa bosan dalam belajar.
9. Prinsip dengan pembelajaran interaksi sosial, sehingga siswa akan terhindar dari sifat egosentris.
10. Sistem belajar dengan menerapkan apa yang dipelajari sehingga siswa memiliki pengalaman dalam mengeksplorasi kognitifisnya lebih dalam.
11. Guru sebagai pengarah agar siswa tidak banyak melakukan kesalahan untuk menggunakan kesempatannya memperoleh pengetahuan.
12. Struktur yang baik dalam metode penyampian materi, sehingga baik untuk tingkat pemahaman siswa.
13. Pembelajaran dilakukan dari pengenalan umum ke khusus dan sebaliknya dari khusus ke umum atau dari kokrit ke abstrak
14. Teori kognitifistik lebih bersifat demokratis, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang sama
15. Pembelajaran dengan orientasi ketuntasan, sehingga siswa termotivasi agar lebih rajin.
KEKURANGAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK
1. Tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. Sulit dipraktikkan khususnya pada tingkat lanjut
3. Beberapa prinsip intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
4. Aplikasi dalam proses belajar mengajar tidak mudah.
5. Memperhatikan perbedaan individual siswa sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik.
6. Siswa lebih senang dengan metode penggunaan alat peraga, maka guru akan bekerja ekstra untuk menyiapkan alat peraga tersebut.
7. Jika pemberian materi tidak baik (dalam penstrukturan sedikit salah) maka pemahaman pada siwa juga sangat perpengaruh.
8. Siswa yang tertinggal materi, maka akan sulit menyesuaikan dengan teman-teman dan gurupun harus bekerja ekstra untuk mendidik karena membutuhkan biaya lebih untuk praktikum dalam tiap pembelajaran.
9. Tidak terpenuhinya aspek belajar siswa karena teori ini hanya mengacu pada aspek thingking saja.
10.
Teori kognitif Piaget sulit diperaktekkan khususnya di tingkat-tingkat lanjut, selain itu beberapa konsep tertentu, seperti intelegensi, belajar atau pengetahuan yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahaman itu sendiri pun masih belum tuntas.
PERTEMUAN KE 5
TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia. Teori ini adalah teori yang paling abstrak yang lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada gagasan tentang belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa yang biasa diamati dalam dunia keseharian. Karenanya teori ini bersifat elektik, artinya teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri) dapat tercapai.
1. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang dikuasai siswa yang tercakup dalam tiga kawasan taksanomi, yaitu kawasan Kognitif, Afektif dan Psikomotor,. Yang banyak memberikan inspirasi kepada para pakar untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran pada tingkatan yang lebih praktis, terutama dalam merumuskan tujuan-tujuan belajar, yang dalam bahasa pendidikan dikenal dengan Tujuan Operasional Khsusu. Juga taksonomi Bloom banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian.
2. Kolb
Klob membagi tahapan belajar dalam empat tahap, yaitu :
Pengetahuan konkret, pada tahap ini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, ia belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pad tahap awal proses belajar.
Pengamatan aktif dan reflektif, siswa lambat laun mampu mengadakan pengamatan aktif terhadap kejadian itu serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Konseptualisasi, siswa mulai membuat abstraksi atau “teori” tentang hal yang pernah diamanatinya.Pada tahapan ini siswa diharapkan sudah mampu membuat atauran-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
Eksperimentasi Aktif, pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam memahami asal usul sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memcehakan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Menurut Kolb siklus belajar semacam itu terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa, dan sering kali berlangsung begitu saja, sehingga sulit ditentukan kapan beralihnya.
3. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan siswa atas empat tipe, yaitu sebagai berikut :
Siswa tipe Aktivis, mereka yang suka melibatkan diri kepada pengalaman-pengalaman yang baru, cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog, namun biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu, atau identik dengan sikap mudah percaya. Mereka menyukai metode yang mampu mendorong menemukan hal-hal yang baru, seperti brainstorming dan problem solving.
Siswa tipe Reflektor, cenderung sangat berhati-hati dalam mengambil langkah dalam mengambil keputusan, cenderung konservatif, dalam arti suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruknya suatu keputusan.
Siswa tipe Teroris, bisanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak suka pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif. Bagi mereka berfikir rasional adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka juga sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Siswa tipe Pragmatis, menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dalam segala hal, mereka tidak suka bertele-tele membahas aspek teoritis filosifis dari sesuatu. Bagi mereka sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktikkan.
4. Habermas
Dalam pandangan Habermas belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia.
Habermas membagi tiga macam tipe belajar, yaitu sbb:
Technical Learning (belajar teknis), siswa belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya, mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Practical Learning (belajar praktis), siswa berinteraksi dengan orang-orang sekelilingnya. Pemahaman siswa teerhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia, pemahamannya justru relevan jika berkaitan dengan kepentingan manusia.
Emancipatory Learning (belajar emansipatoris), siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (tranformasi) kultural dari suatu lingkungan. Pemahaman ini dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, karena dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
5. Carl Rogers
Carl Rogers mengemukakan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan membiarkannya belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri.
Dalam hal ini Rogers mengemukakan lima hal penting dalam proses belajar humanistik, yaitu :
Hasrat untuk belajar, hasrat untuk belajar disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia sekelilingnya. Dalam proses mencari jawabannya, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
Belajar bermakna, seseorang yang beraktivitas akan selal;u menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya. Jika tidak tentu tidak akan dilakukannya.
Belajar tanpa hukuman, belajar yang terbebas dari ancaman hukuman mengakibatkan anak bebas melakukan apa saja, mengadakan eksperimentasi hingga menemukan sendiri sesuatu yang baru.
Belajar dengan inisiatif sendiri. Menyiratkan tingginya motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang banyak berinisiatif, mampu mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang sendiri hal yang baik bagi dirinya.
Belajar dan perubahan, dunia terus berubah, karena itu siswa harus belajar untuk dapat menghadapi kondisi dan situasi yang terus berubah. Dengan demikian belajar yang hanya sekedar mengingat fakta atau menghafal sesuatu dipandang tak cukup.
6. Abraham Maslow.
Teori Maslow yang sangat terkenal adalah “Teori Kebutuhan”. Kebutuhan pada diri manusia selalu menuntut pemenuhan, dimulai dari tahapan yang paling dasar secara hirarkis menuju kepada kebutuhan yang paling tinggi tahapan-tahapan kebutuhan tersebut adal;ah sbb :
Physiological needs, kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal, termasuk juga kebutuhan biologis. Disebut sebagai kebutuhan paling dasar karena dibutuhkan semua makhluk hidup, termasuk manusia,
Safety/security needs, kebutuhan akan rasa aman secara fisik dan psikis. Aman secara fisik, seperti terhindar dari gangguan kriminalitas, teroris, binatang buas, orang lain, tempat yang tidak aman dan sebagainya. Aman secara psikis, misalnya tidak kena marah, tidak diejek, tidak direndahkan, tidak dimutasikan dengan tidak jelas, diturunkan pangkatnya dan sebagainya.
Social needs; kebutuhan sosial dibutuhkan manusia agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bagi siswa agar dapat belajar dengan baik, ia harus merasa diterima dengan baik oleh teman-temannya.
Esteem needs, kebutuhan ego termasuk keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Seseorang membutuhkan kepercayaan dan tanggungjawab dari orang lain. Dalam pembelajaran dengan diberikan tugas-tugas yang menantang, maka siswa akan terpenuhi kebutuhan egonya.
Self-actualization needs, kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukkan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini seorang mengembangkan semaksimal mungkin potensi yang dimilikinya. Untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, siswa perlu suasana dan lingkungan yang kondusif.
KELEBIHAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinidiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
3. Siswa diharapkan menjadi manusia bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4. Guru sebagai fasilitator, tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan diri secara individu unutuk mengenal diri meraka sendiri bahwa mereka adalah pribadi yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka.
5. Mengutamakan sisi kperibadian manusia atau potensi manusia itu sendiri. Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal positif.
6. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
7. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
8. Mendorong siswa agar memahami potensi diri yang dimilikinya, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif dan tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasilnya.
9. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang dinginkan dan menanggung resiko dari pada perilaku yang ditunjukkannya.
10. Membiasakan siswa agar selalu berfikir optimis
11. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa (entry behavior)
12. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar
13. Membimbing siswa belajar secara aktif.
14. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dan pengalaman belajarnya.
15. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
16. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru kesituasi nyata.
17. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
18. Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif dialogis dan humanis.
19. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
20. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dlam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
21. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
KEKURANGAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK
1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
2. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
3. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah
4. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, masih buram dan subjektif.
5. Psikologi humanistik mengalami pembiasaan terhadap nilai individualistik.
6. Terlalu memberi kebebasan pada siswa.
7. Hanya cocok diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial.
8. Menjadikan siswa yang pasif menjadi pesimis karena yang aktif semakin aktif yang pasif dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
9. Prosesnya tidak merata karena siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Ada yang penyerapannya cepat, sedang dan ada pula yang lambat.
10. Menjadikan siswa terlalu percaya diri sehingga kadang meremehkan kemampuan orang lain dan sombong.
11. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
12. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, masih buram dan subjektif.
13. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis.
14. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
15. Siswa yang tidak aktif dan malas akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
Sifatnya terlalu deskriptif dan sulit diterjemahkan dalam langkah-langkah yang praktis dan konkret.
KELEBIHANNYA
Dengan sifatnya yang deskriptif teori ini cenderung memberi arah proses belajar.
Teori Humanistis inilah yang menjelaskan bagaimana tujuan pendidikan yang ideal itu.
Membantu kita memahami proses belajar serta melakukan proses belajar itu dalam dimensi yang lebih luas, bila mampu menempatkannya pada konteks yang lebih tepat.
Membantu kita menentukan strategi belajar yang tepat secara lebih sadar dan terarah , tidak semata-mata tergantung pada intuisi.
PERTEMUAN KE 6
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA
Teori Konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri siswa yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru kepada orang lain.
Glaserfeld, Bettencourt (1989) dan Matthews (1994) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan) orang itu sendiri.
Lorsbach dan Tobin (1992), mengemukakan bahwa pengetahuan ada dalam diri seseorang yang mengetahui, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang kepada yang lain.
Ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham (1994) adalah sebagai berikut :
Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain-lain.
Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.
Penggunaan ide baru dengan berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
Dalam aliran konstruktivistik pengetahuan dipahami sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahamn yang baru.
Sedangkan proses pengkonstruksian pengetahuan akan terjadi bila manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya melalui interaksinya dengan objek dan lingkungan sekitarnya, misalnya melihat, mendengar, menjamah membau merasa. Jadi pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan melainkan suatu proses pembentukan.
Von Glaserfeld (dalam Paul, 1996) mengemukakan bahwa beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses proses mengkonstruksi pengetahuan adalah :
Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal .
Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lain (selective conscience).
Sementara faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah :
Hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang (constructed knowledge) pengalaman yang sudah diabstraksikan, yang telah menjadi konsep dan telah dikonstruksikan menjadi pengetahuan, dalam banyak hal membatasi pengertian seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep tersebut.
Domain pengalaman seseorang (domain of experience), pengalaman akan fenomena baru merupakan unsur penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan.
Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure), setiap pengetahuan yang baru harus cocok dengan ecologi konseptual (konsep, gamabaran, gagasan, teori yang membentuk struktur kognitif yang berhubungan satu sama lain) karena manusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi sistem tersebut. Kecendrungan ini dapat menghambat perkembangan pengetahuan.
Adapun proses belajar konstruktivistik bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan adalah niat belajar siswa itu sendiri, sementara guru hanya berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan siswa berjalan dengan lancar.
Peranan guru pada pendekatan konstruktivisme ini lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa, yang meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini :
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab, mengajar atau berceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya. Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.
Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas.
Tujuan belajar mengalahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktivitas belajar siswa. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free.
Beberapa hal penting tentang evaluasi dalam aliran konstruktivistik, adalah :
Diarahkan pada tugas-tugas autentik.
Mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi.
Mengkonstruksi pengalaman siswa
Mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
Pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru, yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.
Pembelajaran konstruktivisme tidak melihat kepada apa yang dapat diungkapkan kembali atau pada apa yang dapat diulang oleh siswa terhadap pembelajaran melaikan pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan dan ditunjukkannya.
KELEBIHAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK.
1. Berfikir dalam membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjaga idea dan membuat keputusan.
2. Faham, siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.
3. Ingat, siswa terlibat langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep, yakni murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial, diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok, siswa terlibat secara terus menerus, mereka faham, ingat, yakni berinteraksi dengan sehat maka mereka akan merasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
6. Senang, siswa melakukan semua kegiatan, terlibat dalam proses pembelajaran, maka siswa akan merasa terpacu atau senang dalam mencari pengetahuan baru.
7. Relevan dengan kehidupan nyata.
8.
KELEMAHAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
1. Lebih luas cakupan maknanya dan sulit dipahami.
2. Dalam pembelajarannya peran guru kurang mendukung.
3. Siswa harus bekerja keras untuk mencetuskan ide dalam memecahkan masalah.
4. Kurangnya bimbingan dari guru sehingga siswa dapat miss konsepsi.
5. Bagi siswa yang kurang aktif akan menambah kejenuhan dalam proses pembelajarannya.
6. Waktu pembelajaran yang terbatas.
7. Kurangnya konsentrasi siswa terhadap pembelajaran
8. Peran guru yang terlalu pasif tanpa meluruskan konsep yang dipahami siswa.
9. Keterbatasan alat peraga atau media pembelajaran
10. Tingkat keberanian siswa dalam menyampaikan konsep terkadang tidak merata.
11. Lebih luas cakupan makna yang diperoleh murid, maka sulit untuk difahami.
12. Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
13. Proses untuk membanguan pengetahuan melalui pengalaman nyata di lapangan. Konsekwensinya pembeelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa sehingga peran guru disini bukan hanya sebagai fasilitator saja.
14. Dalam proses belajar semua siswa diwajibkan aktif dan tidak boleh pasif karena informasi dan pengetahuan yang didapatkan terbatas.
15. Dalam proses belajarnya peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.
16. Siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.
17. Tidak menambahkan sifat sosialisasi pada murid
18. Siswa yang pasif tidak mampu mengeluarkan pendapatnya.
0 Response to "BELAJAR DAN PEMBELAJARAN"
Posting Komentar